BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pancasila adalah
hal yang fundamental dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di
Indonesia. Pancasila muncul tidak dari kekosongan melaainkan muncul dalam
sejarah, sejarah bangsa Indonesia. Dari tinjauan sejarah / historis tersebut
terangkum adanya unsur-unsur nilai dasar budaya Indonesia dalam adat istiadat
kebudayaan, kepercayaan / keagamaan, lahirlah Pancasila yang pada awalnya
diusulkan oleh Soekarno sebagai calon dasar negara Indonesia.
Nilai Persatuan
Indonesia mengandung arti usaha kearah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk
membina nasionalisme dalam negara.Dalam nilai persatuan terkandung adanya
perbedaan-perbedaan yang biasa terjadi di dalam kehidupan masyarakat dan
bangsa, baik itu perbedaan bahasa, kebudayaan, adat istiadat, agama, maupun
suku. Perbedaan perbedaan itu jangan dijadikan alasan untuk berselisih, tetapi
justru menjadi daya tarik ke arah kerjasama, ke arah resultante/ sintesa yang
lebih harmonis. Hal ini sesuai dengan semboyan “Bhinneka tunggal Ika”.
B. TUJUAN
Memberikan
gambaran yang jelas mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sila
ke-3 yaitu Persatuan Indonesia.
C. RUMUSAN
MASALAH
1.
Apakah arti dan makna dari Binneka
Tunggal Ika ?
2.
Apakah Persatuan Indonesia sudah
mencapai harapan? Bagaimana dengan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat?
BAB II
PEMBAHASAN
1. MAKNA
BHINNEKA TUNGGAL IKA
Bhinneka Tunggal
Ika dikenal sebagai semboyan bangsa kita, yaitu bangsa Indonesia.Kata-kata
Bhinneka Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara Republik Indonesia yaitu
Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram sebuah
pita yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika.
Bila kata Bhinneka Tunggal Ika
diterjemahkan per-patah kata, maka akan berarti seperti berikut ini:
- Bhinneka yang bermakna "beraneka ragam" atau berbeda-beda.
- Tunggal yang bermakna "satu"
- Ika bermakna "itu"
Makna Bhineka Tunggal Ika dalam Persatuan Indonesia Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang beraneka ragam namun keseluruhannya merupakan suatu persatuan. Penjelmaan persatuan bangsa dan wilayah negara Indonesia tersebut disimpulkan dalam PP. No. 66 tahun 1951, 17 Oktober diundangkan tanggal 28 Nopember 1951, dan termuat dalam Lembaran Negara No. II tahun 1951.Makna Bhineka Tunggal Ika yaitu meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang bermacam-macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah negara Indonesia namun keseluruhannya itu merupakan suatu persatuan yaitu bangsa dan negara Indonesia. Keanekaragaman tersebut bukanlah merupakan perbedaan yang bertentangan namun justru keanekaragaman itu bersatu dalam satu sintesa yang pada gilirannya justru memperkaya sifat dan makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.Dalam praktek tumbuh dan berkembangnya persatuan suatu bangsa (nasionalisme) terdapat dua aspek kekuasaan yang mempengaruhi yaitu kekuasaan pisik (lahir), atau disebut juga kekuasan material yang berupa kekerasan, paksaan dan kekuasaan idealis (batin) yang berupa nafsu psikis, ide-ide dan kepercayaan-kepercayaan. Proses nasionalisme (persatuan) yang dikuasai oleh kekuasaan pisik akan tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang bersifat materialis. Sebaliknya proses nasionalisme (persatuan) yang dalam pertumbuhannya dikuasai oleh kekuasaan idealis maka akan tumbuh dan berkembang menjadi negara yang ideal yang jauh dari realitas bangsa dan negara. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia prinsip-prinsip nasionalisme itu tidak berat sebelah, namun justru merupakan suatu sintesa yang serasi dan harmonis baik hal-hal yang bersifat lahir maupun hal-hal yang bersifat batin. Prinsip tersebut adalah yang paling sesuai dengan hakikat manusia yang bersifat monopluralis yang terkandung dalam Pancasila.Di dalam perkembangan nasionalisme didunia terdapat berbagai macam teori antara lain Hans Kohn yang menyatakan bahwa :“ Nasionalisme terbentuk ke persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah negara dan kewarganegaraan “. Bangsa tumbuh dan berkembang dari analisir-analisir akar-akar yang terbentuk melalui jalannya sejarah. Dalam masalah ini bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang memiliki adat-istiadat dan kebudayaan yang beraneka ragam serta wilayah negara Indonesia yang terdiri atas beribu-ribu kepulauan. Oleh karena itu keadaan yang beraneka ragam itu bukanlah merupakan suatu perbedaan yang saling bertentangan namun perbedaan itu justru merupakan daya penarik kearah resultan sehingga seluruh keanekaragaman itu terwujud dalam suatu kerjasama yang luhur yaitu persatuan dan kesatuan bangsa. Selain dari itu dalam kenyataan objektif pertumbuhan nasionalisme Indonesia telah dibentuk dalam perjalanan sejarah yang pokok yang berakar dalam adat-istiadat dan kebudayaan.
- Bhinneka yang bermakna "beraneka ragam" atau berbeda-beda.
- Tunggal yang bermakna "satu"
- Ika bermakna "itu"
Makna Bhineka Tunggal Ika dalam Persatuan Indonesia Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang beraneka ragam namun keseluruhannya merupakan suatu persatuan. Penjelmaan persatuan bangsa dan wilayah negara Indonesia tersebut disimpulkan dalam PP. No. 66 tahun 1951, 17 Oktober diundangkan tanggal 28 Nopember 1951, dan termuat dalam Lembaran Negara No. II tahun 1951.Makna Bhineka Tunggal Ika yaitu meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang bermacam-macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah negara Indonesia namun keseluruhannya itu merupakan suatu persatuan yaitu bangsa dan negara Indonesia. Keanekaragaman tersebut bukanlah merupakan perbedaan yang bertentangan namun justru keanekaragaman itu bersatu dalam satu sintesa yang pada gilirannya justru memperkaya sifat dan makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.Dalam praktek tumbuh dan berkembangnya persatuan suatu bangsa (nasionalisme) terdapat dua aspek kekuasaan yang mempengaruhi yaitu kekuasaan pisik (lahir), atau disebut juga kekuasan material yang berupa kekerasan, paksaan dan kekuasaan idealis (batin) yang berupa nafsu psikis, ide-ide dan kepercayaan-kepercayaan. Proses nasionalisme (persatuan) yang dikuasai oleh kekuasaan pisik akan tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang bersifat materialis. Sebaliknya proses nasionalisme (persatuan) yang dalam pertumbuhannya dikuasai oleh kekuasaan idealis maka akan tumbuh dan berkembang menjadi negara yang ideal yang jauh dari realitas bangsa dan negara. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia prinsip-prinsip nasionalisme itu tidak berat sebelah, namun justru merupakan suatu sintesa yang serasi dan harmonis baik hal-hal yang bersifat lahir maupun hal-hal yang bersifat batin. Prinsip tersebut adalah yang paling sesuai dengan hakikat manusia yang bersifat monopluralis yang terkandung dalam Pancasila.Di dalam perkembangan nasionalisme didunia terdapat berbagai macam teori antara lain Hans Kohn yang menyatakan bahwa :“ Nasionalisme terbentuk ke persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah negara dan kewarganegaraan “. Bangsa tumbuh dan berkembang dari analisir-analisir akar-akar yang terbentuk melalui jalannya sejarah. Dalam masalah ini bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang memiliki adat-istiadat dan kebudayaan yang beraneka ragam serta wilayah negara Indonesia yang terdiri atas beribu-ribu kepulauan. Oleh karena itu keadaan yang beraneka ragam itu bukanlah merupakan suatu perbedaan yang saling bertentangan namun perbedaan itu justru merupakan daya penarik kearah resultan sehingga seluruh keanekaragaman itu terwujud dalam suatu kerjasama yang luhur yaitu persatuan dan kesatuan bangsa. Selain dari itu dalam kenyataan objektif pertumbuhan nasionalisme Indonesia telah dibentuk dalam perjalanan sejarah yang pokok yang berakar dalam adat-istiadat dan kebudayaan.
2. HARAPAN
DAN KENYATAAN PERSATUAN INDONESIA
A. HARAPAN
NILAI PERSATUAN INDONESIA
Tujuan Persatuan
Indonesia yaitu : Mempersatukan bangsa Indonesia ditengah latar belakang bangsa
ini yang majemuk baik dalam hal suku, ras, agama, bahasa, dan budaya. Tujuan
ini tersirat di dalam sila pertama dan dan sila ketiga. Sila pertama,
“Ketuhanan Yang Maha Esa”, secara tegas bermaksud menyatakan bahwa Keesaan
Tuhan yang disembah oleh bangsa Indonesia, dengan jelas kita menangkap tujuan
sila ini adalah mempersatukan keberagaman Agama di bawah payung Ketuhanan
Yang Maha Esa. Sedangkan sila ke 3, “Persatuan Indonesia” bertujuan untuk
mempersatukan kebhinekaan suku, ras, dan budaya.
B. KENYATAAN
YANG TERJADI DI INDONESIA
.. dan ilmu itu bukan itu bukan untukmu sendiri.
Tetapi ialah untuk anak cucumu,untuk bangsa Indonesia, untuk rakyat Indonesia,
untuk tanah air Indonesia dan untuk Negara Republik Indonesia. (Ir.
Soekarno – Pidato untuk Mahasiswa AS 1956)
Sepakat dengan apa yang diwejangkan oleh Ir. Soekarno. Begitu besar harapan dan ekspektasi Beliau terhadap mahasiswa kala itu. Pun demikian sampai sekarang. Mahasiswa merupakan sosok tangguh yang bukan hanya pemikul tanggungjawab estafet pendahulu tapi juga pribadi yang potensial untuk mengemban titah kebhinekaan.
Mahasiswa bak aset besar sekaligus ruh sebuah negara. Namun sayang, ketangguhan mahasiswa tergoyahkan karena kerikil-kerikil (persatuan) yang menghadang. Alhasil, (sebagian) mahasiswa bertransformasi dari intelektual muda menjadi preman berkampus. Mereka gagah, pintar dan beralmamater, tapi mudah terpancing marah serta tindakan agresi.
Bak menjawab segala spekulasi maupun opini, akhir-akhir ini tawuran mahasiswa menampakkan wujud aslinya diberbagai mass media. Mulai dari tawuran mahasiswa antar fakultas di Universitas Lampung (21/9), Universitas Negeri Gorontalo (3/10), Universitas Sumatera Utara (31/10), Universitas Suryakiancana Cianjur (4/11) sampai Universitas Hasanuddin (15/11). Ngeri, tapi inilah kenyataan; buah dari minim penerapan sila Persatuan.
Cidera Persatuan Indonesia
Deras gelombang tawuran menerjang dengan pasti. Bagaimana tidak? Tawuran hampir senada dengan pola hidup hedonis, konsumtif, dan sekuler yang tak pandang bulu dalam memapar pemuda masa kini. Akibatnya, tawuran menambah deretan masalah selain korupsi, kemiskinan, pergolakan politik, pencaplokan wilayah, dan degradasi moral generasi baru yang makin kencang membekap rakyat Indonesia.
Sepakat dengan apa yang diwejangkan oleh Ir. Soekarno. Begitu besar harapan dan ekspektasi Beliau terhadap mahasiswa kala itu. Pun demikian sampai sekarang. Mahasiswa merupakan sosok tangguh yang bukan hanya pemikul tanggungjawab estafet pendahulu tapi juga pribadi yang potensial untuk mengemban titah kebhinekaan.
Mahasiswa bak aset besar sekaligus ruh sebuah negara. Namun sayang, ketangguhan mahasiswa tergoyahkan karena kerikil-kerikil (persatuan) yang menghadang. Alhasil, (sebagian) mahasiswa bertransformasi dari intelektual muda menjadi preman berkampus. Mereka gagah, pintar dan beralmamater, tapi mudah terpancing marah serta tindakan agresi.
Bak menjawab segala spekulasi maupun opini, akhir-akhir ini tawuran mahasiswa menampakkan wujud aslinya diberbagai mass media. Mulai dari tawuran mahasiswa antar fakultas di Universitas Lampung (21/9), Universitas Negeri Gorontalo (3/10), Universitas Sumatera Utara (31/10), Universitas Suryakiancana Cianjur (4/11) sampai Universitas Hasanuddin (15/11). Ngeri, tapi inilah kenyataan; buah dari minim penerapan sila Persatuan.
Cidera Persatuan Indonesia
Deras gelombang tawuran menerjang dengan pasti. Bagaimana tidak? Tawuran hampir senada dengan pola hidup hedonis, konsumtif, dan sekuler yang tak pandang bulu dalam memapar pemuda masa kini. Akibatnya, tawuran menambah deretan masalah selain korupsi, kemiskinan, pergolakan politik, pencaplokan wilayah, dan degradasi moral generasi baru yang makin kencang membekap rakyat Indonesia.
Cara
Mengatasi Tawuran Pelajar
Langkah
preventif yang harus dilakukan Dinas Pendidikan adalah melakukan penyelidikan
dan evaluasi ke setiap sekolah-sekolah. Sekolah -sekolah yang ada dendam dan
sering tawuran dilakukan mediasi dengan bantuan tokoh masyarakat
setempat. Begitu juga dengan pihak sekolah terkait, bila ada isu-isu
pelajar sekolahnya berkonflik dengan sekolah lain harus segera dilakukan upaya
damai, jangan dibiarkan!
Pihak Dinas
pendidikan juga bisa memasukkan sekolah-sekolah yang sering tawuran ke buku
hitam, jika dalam jangka waktu tertentu masih saja tawuran, maka
sekolah-sekolah tersebut ditutup. Bagi pihak sekolah yang terlibat bisa membuat
peraturan bagi yang terlibat tawuran dikeluarkan dari sekolah dan siswa yang
bersangkutan tidak boleh lagi melanjutkan sekolah di kota tersebut baik di
negeri maupun swasta. Peraturan yang memang “kurang adil” ini harus didukung
untuk memutus rantai tawuran.
Upaya lain
yang bisa dilakukan adalah sekolah-sekolah yang bertikai melakukan perdamaian
dengan mengadakan “jalan sehat damai bersama” dengan menyertakan keluarga
masing-masing dengan melibatkan pihak pemerintah, tokoh masyarakat,
sponsor dan sebagainya. Acara-acara seperti itu juga bisa diisi dengan
lomba-lomba yang menyenangkan dan diagendakan setiap tahun.
Terakhir
bagi orangtua yang akan menyelokahkan anaknya carilah informasi mengenai
sekolah yang akan dimasuki, jika sekolah tersebut punya latar belakang tawuran
antar sekolah dan masih berlanjut, sebaiknya hindari memasukkan anak ke sekolah
tersebut. Carilah sekolah yang tidak bermasalah. Orangtua juga musti mengawasi
pergaulan sang anak baik dilingkungan tempat tinggal maupun sekolahnya.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Nilai yang terkandung
dalam pancasila sila ke-3 tidak sepenuhnya mencerminkan kepribadian masyarakat
Indonesia.Hal ini terbukti dengan maraknya tawuran yang terjadi,tidak hanya
pada kalangan masyarakat tetapi juga pada kalangan pelajar,seperti yang
akhir-akhir ini terjadi antara SMA 06 dan SMA 07.
2.
Saran
Sebagai kaum muda genarasi
bangsa yang menjadi pilar negara untuk masa depan,sudah seharusnya kaum muda
lebih mendalami makna persatuan Indonesia itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
edukasi.kompasiana.com/.../cara-mudah-mengatasi-tawuran-pelajar/
Kedaulatan Rakyat, 22 November 2011
Sugiato AT dkk.2006.Pendidikan Pancasila.Semarang : UnnesPress
Soekarno B.2005.Pancasila Sebagai Filsafat.Surakarta : UNS Press
Kaelan.2010.Pendidikan Pancasila.Yogyakarta :
Paradigma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar